Senin, 29 Mei 2017

MATERI BERDAKWAH TENTANG MENINGKATKAN AMAL SHALIH



MENINGKATKAN AMAL SHALIH

ibadah ialah kebutuhan, ibadah ialah keharusan. oleh karena itu, meningkatkan amal shalih merupakan investasi yang utama jika ibadah merupakan patokan hidup kita sebagai umat islam.
para hadirin yang dimuliakan Allah,
semua orang didunia ini akan mendambakan kehidupan yang tentram, aman dan damai. mereka berharap bisa hidup berdampingan dengan nyaman. kehidupan seperti itu bisa diwujudkan jika masing-masing kita memelihara amal shalih dan menjauhi perbuatan munkar. sebab perbuatan munkar hanya akan menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat. orang-orang yang berbuat keji dan munkar tidak akan diterima di tengah-tengah lingkungannya. atau, paling tidak ia menjadi tidak disenangi. sebaliknya orang yang selalu berbuat baik atau beramal shalih akan disenangi karena memang bergaul dengan orang semacam ini sangatlah menyenangkan.
sebagai seorang muslim tidak sepatutnya kita menampakan perilaku buruk ditengah masyarakat. namun, hendaknya tekun beramal shalih dan senantiasa amalan itu semakin hari semakin kita tingkatkan. untuk dapat mewujudkan perilaku amal shalih, maka hendaknya kita tegakan amar makruf nahi munkar. artinya, kita berusaha mengajak orang lain kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran.
para hadirin rahimakumullah,
rosulullah SAW bersabda : “hendaklah kalian mengajak orang pada kebaikan, sekalipun kalian belum mampu melaksanakannya, dan cegahlah orang yang berbuat keburukan, sekalipun kalian belum mampu menghentikannya.”
sedangkan dalam Al-Qur’an suran at-Taubah ayat 71, Allah berfirman :


Artinya : “dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar..... (QS. At-Taubah : 71)
para hadirin yang dimuliakan Allah,
sesungguhnya jika seorang yang beriman hidup di tengah masyarakat, maka ia akan selalu menciptakan kesejukan. bahkan terhadap sesama muslim akan menjadi pengayom atau pelindung dari kemungkaran. karena itu, terhadap sesama saudara muslim atau kepada selain muslim hendaknya kita mengajak kepada kebaikan. abu darda’ mengatakan : “barangsiapa memperingatkan saudaranya di depan banyak orang, berarti ia telah mempermalukannya. tetapi jika memberi peringatan itu dengan empat mata, maka manfaatnya akan lebih besar. jika peringatan itu tidak dihiraukan, maka bolehlah ia meminta bantuan orang lain. jika kemaksiatan itu dibiarkan maka akan menjadi penyakit dan membudaya di tengah masyarakat. akhirnya masyarakat pada umumnya akan terkena adzab dari Allah.” inilah yang kita takutkan.
apabila disuatu tempat telah membudaya kemaksiatan, sedangkan para ulama enggan mengingatkan kemunkaran itu. maka tempat itu akan menjadi buruk dan binasa. artinya, Allah akan menimpakan adzab kepada mereka. adzab yang datang itu bermacam-macam, mungkin berupa bencana penyakit, bencana peperangan, bencana kelaparan, dan sebagainya.
kemudian, ada 5 syarat yang harus diperhatikan dalam beramar ma’ruf dan nahi munkar. yaitu : (1) berilmu, (2) ikhlas, (3) menggunakan metode yang tepat dan baik, (4) bersikap sabar, (5) melakukan hal-hal yang diperintahkan Allah.
pertama yaitu berilmu artinya kita harus memiliki ilmu agama dalam menegakan amar makruf nahi munkar ditengah masyarakat, jika kita tidak memiliki ilmu tentang agama maka kita akan dilecehkan jika mencegah kemungkaran. kemudian yang kedua didasari dengan niat ikhlas, hanya karena Allah, bukan untuk dipuji.
Yang ketiga yaitu memiliki metode atau cara yang tepat dan benar. hendaknya kita memberi nasihat yang baik. penuh dengan kasih sayang dan lemah lembut. janganlah memberi nasihat yang memungkinkan orang menjadi tersinggung.
lalu yang keempat adalah sabar. artinya, kita harus sabar menghadapi bermacam-macam orang. sabar pula menunggu perubahan sikap dari mereka. dan yang kelima ialah melakukan hal-hal yang diperintahkan Allah. jadi, kita jangan asal ngomong. jika telah berani beramar dan nahi munkar maka ia harus konsekuen. artinya, kita harus melakukan perbuatan-perbuatan baik, melaksanakan perintah Allah dengan sungguh-sungguh serta menghindari kemaksiatan. setidak-tidaknya kita memberi contoh yang baik terhadap orang yang kita peringatkan. tanpa sikap ini, kita akan ditertawakan. akan dituduh hanya bisa ngomong tanpa melakukan.
demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga kita bisa meningkatkan amal shalih kita dengan sebaik mungkin. kurang lebihnya mohon maaf.
bilahit taufiq wal hidayah wassalamu’alaikum wr. wb.

MAKALAH KAJIAN TENTANG KATA



KAJIAN TENTANG KATA
Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Logika
Dosen Pengampu : Dedy Susanto, S.Sos.I., M.SI.


                                                                              
Disusun Oleh :
Fuadah                                    (1401016035)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015


       I.            PENDAHULUAN
Ilmu logika menurut bahasa adalah bertutur kata benar. Logika berasal dari kata logos, bahasa Yunani yang berarti pikiran atau kata sebagai pernyataan dari pikiran. Jadi, logika adalah ilmu yang mempelajari pikiran yang dinyatakan dalam bahasa. Berpikir adalah suatu kegiatan jiwa untuk mencapai pengetahuan. Pemikiran berarti mencari sesuatu yang belum diketahui berdasarkan sesuatu yang sudah diketahui. Sesuatu yang sudah diketahui itu merupakan data atau bahan pemikiran. Sedangkan sesuatu yang belum diketahui itu akan diperoleh dari pemikiran itu. Dapatlah disimpulkan bahwa berpikir dengan tepat dan jelas menurut pemakaian kata-kata yang tepat dan jelas sangat menolong kita untuk berpikir lurus. Sesat pikir karena ambiguitas kata atau kalimat terjadi secara sangat “halus”. Banyak kata yang menyebabkan kita mudah tergelincir karena banyak kata yang memiliki rasa dan makna yang berbeda-beda.
Untuk menghindari terjadinya sesat pikir tersebut, kita harus dapat mengupayakan agar setiap kata atau kalimat memiliki makna yang tegas dan jelas. Untuk itu kita harus dapat mendifinisikan setiap kata yang kita pergunakan.

    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Pengertian kata
B.     Kata sebagai predikat
C.     Konotasi dan denotasi serta batas-batasnya






 III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian kata
Kata adalah manifestasi atau pernyataan dari pengertian namun berbeda dengan pengertian itu. Pengertian yang ada dalam batin kita, haruslah dinyatakan atau dikatakan dengan kata-kata dalam berdialog dengan objek.[1]
Kata merupakan satuan terkecil dalam proposisi. Berbeda dengan Ilmu Bahasa yang menyelidiki kata dari segala aspeknya, penyelidikan logika bertujuan mencari pengertian kata dan bagaimana penggunaan setepatnya.[2]
Menurut KBBI kata adalah bentuk terikat atau turun menurun. Jadi kata adalah sesuatu yang ingin kita ungkapan dalam pikiran baik berupa suara yang diartikulasikan atau tanda yang tertulis. Dengan ini jelaslah kiranya bahwa obyek logika disini hanyalah bunyi-bunyi atau tanda-tanda yang berarti (kata-kata yang merupakan tanda atau pernyataan pikiran atau sesuatu yang dinyatakan dengan pengertian).
Oleh karena itu, kita perlu berhati-hati dalam memilih dan memilah kata-kata agar tidak terjadi kesalahpenafsiran makna yang ditimbulkan dari kata-kata itu. Kita harus benar-benar menyadari bahwa setiap kata memiliki nilai rasa masing-masing. Hal ini sebagai pertanda bahwa kata memang merupakan alat atau tanda untuk mewujudkan konsep atau pengertian, namun alat itu tidaklah sempurna. Sebenarnya, kata sulit dipahami maknanya, karena kita memang belum mewadahi konsep secara lengkap. Kata hanyalah lambang pikiran atau konsep yang terlepas satu sama lain. Kata-kata baru mendapat arti yang kongkret dan jelas jika sudah membentuk kalimat. Kalimat inilah sebenarnya yang merupakan satuan terkecil dalam bahasa yang mampu mewadahi suatu konsep atau pengertian. Kalimat lengkap yang baik, di dalamnya minimal mengandung dua unsur inti yaitu subjek (S) dan predikat (P).
Kata-kata mempunyai beberapa pengertian yaitu :
1)   Positif, negatif dan privatif
Sesuatu kata yang mempunyai pengertian positif apabila mengandung penegasan adanya sesuatu, seperti : gemuk (adanya daging), kaya (adanya harta benda), pandai (adanya ilmu), terang (adanya sinar), dan sebagainya.
Suatu kata mempunyai pengertian negatif apabila diawali dengan salah satu dari : tidak, tak, non atau bukan seperti: tidak gemuk, tak kurus, bukan kaya, dan sebagainya.
Suatu kata mempunyai pengertian privatif apabila mengandung makna tidak adanya sesuatu, seperti: kurus (tidak ada daging), bodoh (tidak adanya ilmu), miskin (tidak adanya harta).
2)   Universal, partikular, singular dan kolektif
Suatu kata mempunyai pengertian universal apabila ia mengikat keseluruhan bawahannya tanpa terkecuali, seperti: rumah, kursi, hewan, tumbuhan, manusia dan sebagainya.
Suatu kata mempunya arti partikular pabila ia mencakup banyak namun ada batasan (sebagian), seperti: beberapa manusia, ada manusia, banyak manusia.
Mempunyai arti singular apabila ia mencakup satu cangkupan kata (tunggal). Seperti: dekan fakultas, kepala sekolah, presiden, dll.
Mempunyai arti kolektif apabila ia mengikat jumlah yang sama fungsi membentuk syarat persamaan, seperti: regu, tim panitia, dewan.
3)   Konkret dan abstrak
Suatu kata mempunyai pengertian konkret apabila ia jelas eksitensinya atau wujudnya kelihatan, seperti: buku, kursi, rumah, hiasan.
Mempunyai arti abstrak apabila yang berhubungan dengan sifat terlepas dari obyek tidak kelihatan, seperti: kebodohan, kekayaan, kesehatan, kepandaian.
4)   Mutlak dan relatif
Mempunyai arti mutlak apabila ia langsung dapat dipahami tanpa tergantung dengan yang lain, misal: gula manis, empedu pahit, api panas, dll.
Mempunyai arti relatif apabila ia harus ada hubungan yang dapat memahamkan, misal: ayah, pemimpin, suami, kakak, kakek.
5)   Bermakna dan tak-bermakna
Bermakna adalah kata yang mempunyai konotasi dan denotasi.
Tak bermakna adalah kata yang tidak mempunyai denotasi atau cangkupan.[3]

B.     Kata sebagai predikat
Kata atau susunan kata yang berfungsi sebagai subyek atau predikat disebut Term.[4] Term itu kata tapi kata belum tentu term. Menurut logika terdapat perbedaan antara term dan kata. Sebab term dalam kenyataannya dapat mencakup beberapa atau sejumlah kata-kata meskipun mewujudkan satu tangkapan logis.[5]
Term juga merupakan bagian dari suatu kalimat yang berfungsi sebagai subjek (S) dan perdikat (P). Hal ini manunjukkan bahwa dalam suatu kalimat terdapat dua buah term.
Sebagai predikat, term dapat dibedakan menjadi:
1.      Genus (jenis) : jenis adalah term yang mempunyai bawahan banyak dan berbeda-beda, tetapi kesemuanya mempunyai sifat sama yang mengikat keseluruhan bawahan yang berbeda-beda itu. Contoh: kerbau, kuda, gajah, kera, burung adalah berbeda, tetapi kesemuanya mempunyai sifat persamaan yang tidak bisa dilepaskan dari masing-masing nama yaitu sifat kebinatangan.
2.      Differentia (pembeda) : term yang membedakan satu hakikat dengan hakikat lain yang sama-sama terikat dalam satu jenis. Contoh: manusia adalah binatang yang berpikir. Binatang adalah jenis, manusia adalah spesia dari binatang.
3.      Spesia (kelas) : term yang menunjukkan hakikat yang berlainan tetapi sama-sama terikat dalam satu jenis. Contoh: manusia, kuda, lembu, kerbau, adalah spesia.
4.      Propria (sifat khusus) : term yang menyatakan sifat hakikat dari suatu spesia sebagai akibat dari sifat pembeda yang dimilikinya. Contoh: sifat pembeda yang dimiliki manusia adalah berpikir. Dari sifat tersebut maka timbul sifat-sifat khusus seperti: kawin, membentuk pemerintahan, membuat lembaga, berpakaian, mengembangkan kebudayaan.
5.      Accidentia (sifat umum) : term yang menunjukkan sifat yang tidak harus dimiliki oleh satu spesia seperti gemuk, kurus, pandai, ceroboh.[6]

C.    Konotasi dan denotasi serta batas-batasnya
1.    Batas konotasi
Hanya menyebutkan salah satu dari sifat yang dimiliki sebagai pembeda (yang paling tepat). Artinya agar setiap kata mempunyai pengertian tertentu serta merangkum semua sifat yang menjadi denotasinya, tidak lebih dan tidak kurang, sehingga dengan jelas membedakan pengertian satu dengan lainnya. Setiap kata mempunyai sifat-sifat tertentu dan kumpulan dari sifat inilah yang membedakan kata satu dengan yang lainnya.
2.    Batas denotasi
Kesulitan kita dalam membicarakan denotasi adalah yang menjadi kesatuannya : jenis, spesia, keadaan khusus individunya ? Misalnya term buku, apakah denotasinya ? Sekedar yang disebut buku, buku cetak atau buku tentang subyek tertentu, apa pula denotasinya manusia? Kelompok berdasarkan warna kulit tempat tinggal atau individunya. Logika menetapkan batas konotasi adalah spesia yakni jenis yang dihadirkan sifat pembedanya. Karena keduanya menggunakan spesia sebagai batas, maka antar konotasi dan denotasi terjadi perbandingan terbalik, yakni semakin bertambah pengertian yang membentuk konotasi, semakin kuranglah kesatuan yang dicakup denotasi dan sebaliknya. Semakin kurang pengertian yang membentuk denotasi semaki luaslah pengertian yang membentuk konotasi, semakin luaslah kesatuan yang dicakup denotasi.[7]

 IV.            KESIMPULAN
Jadi, dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kata adalah bentuk terikat atau turun menurun atau sesuatu yang ingin kita ungkapan dalam pikiran baik berupa suara yang diartikulasikan atau tanda yang tertulis. Kata mempunya banyak pengertian yaitu positif, negatif, privatif, universal, partikular, singular, kolektif, konkret, abstrak, mutlak, relatif, bermakna dan tak-bermakna.
Kata sebagai predikat yaitu kata atau susunan kata yang berfungsi sebagai subyek atau predikat disebut Term. Sebagai predikat, term dapat dibedakan menjadi: genus, differentia, spesia, propria, accidentia.
Batas konotasi yaitu Hanya menyebutkan salah satu dari sifat yang dimiliki sebagai pembeda (yang paling tepat). Sedangkan batas denotasi yaitu dalam membicarakan denotasi adalah yang menjadi kesatuannya.

    V.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan tentang Kajian Tentang Kata. Kritik dan saran kami tunggu untuk perbaikan makalah yang akan datang.











DAFTAR PUSTAKA
Mundiri. Logika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2000.
Salam, Burhanuddin. Logika Formal. Jakarta: PT BINA AKSARA. 1988.
Poespoprodjo. Logika Scientifika. Bandung: Remadja Karya. 1987.



[1] Burhanuddin Salam, Logika Formal, Jakarta: PT BINA AKSARA, 1988, hal: 40.
[2] Mundiri, Logika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, hal: 19.
[3] Mundiri, Logika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, hal: 19-23.
[4] Mundiri, Logika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, hal: 24.
[5] Poespoprodjo, Logika Scientifika, Bandung: Remadja Karya, 1987, hal: 78.
[6] Mundiri, Logika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, hal: 24-26.
[7] Mundiri, Logika, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2000, hal: 26-28.